Senin, 01 Januari 2018

PHYTOPLANKTON SEBAGAI PRODUSEN



PHYTOPLANKTON SEBAGAI PRODUSEN


Phytoplankton adalah sekelompok dari biota tumbuh-tumbuhan autotrof yang mengandung zat klorofil dan pigmen lainnya didalam selnya dan mampu menyerap energi radiasi dan co2 untuk melakukan fotosintesis. Biota tersebut mampu mensintesis bahan-bahan anorganik untuk dirubah menjadi bahan organik (yang terpenting yaitu karbohidrat). Biasanya organisme ini berasal dari Cyanophyta (ganggang hijau biru) yang merupakan anggota kingdom Monera  dan Chlorophyta (ganggang hijau) yang merupakan anggota kingdom Protista (Protista mirip tumbuhan ganggang.) Di dalam ekosistem perairan Phytoplankton berperan sebagai produsen karena kemampuannya berfotosintesis membentuk cadangan makanan (amylum). Sifat fotosintesisnya menyerupai tumbuhan. Sehingga pada klasifikasi lama Cyanophyta dan Chlorophyta pernah dimasukkan dalam kelompok tumbuhan tingkat rendah ( Thallophyta ).

Fitoplankton disebut juga plankton nabati, merupakan tumbuhan yang hidupnya mengapung atau melayang dilaut. Ukurannya sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Umumnya fitoplankton berukuran 2 – 200µm (1 µm = 0,001mm). Fitoplankton umumnya berupa individu bersel tunggal, tetapi juga ada yang berbentuk rantai. Meskipun ukurannya sangat kecil, namun fitoplankton dapat tumbuh dengan sangat lebat dan padat sehingga dapat menyebabkan perubahan warna pada air laut. Fitoplankton mempunyai fungsi penting di laut, karena bersifat autotrofik, yaitu dapat menghasilkan sendiri bahan organik makanannya. Selain itu, fitoplankton juga mampu melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik karena mengandung klorofil. Karena kemampuannya ini fitoplankton disebut sebagai produsen primer. Bahan organik yang diproduksi fitoplankton menjadi sumber energi untuk menjalan segala fungsi faalnya. Tetapi, disamping itu energi yang terkandung didalam fitoplankton dialirkan melalui rantai makanan. Seluruh hewan laut seperti udang, ikan, cumi – cumi sampai ikan paus yang berukuran raksasa bergantung pada fitoplankton baik secara langsung atau tidak langsung melalui rantai makanan.

Seluruh jenis plankton dari golongan fitoplankton memiliki warna, dimana sebagian berwarna hijau karena mengandung berbagai jenis pigmen klorofil, yaitu klorofil A  sampai klorofil D. Meskipun demikian, penamaan atau penggolongan algae berdasarkan kepada dasar warna, meskipun kandungan pigmen terdiri dari beberapa pigmen. Fitoplankton dicirikan dengan pigmen yang berkaitan dengan proses fotosintesa. Selanjutnya proses fotosintesa yang dilakukan oleh algae berkaitan dengan klorofil A (kecuali pada alga hijau biru), dimana pigmen tersebut merupakan sel organ kloroplas. Pigmen yang terdapat dalam kloroplas tersebut digunakan sebagai kriteria untuk mengelompokkan alga ke dalam kelas.

Parameter pertumbuhan Fitoplankton yaitu:
Suhu optimal kultur fitoplankton secara umum antara 20-24 °C. Hampir semua fitoplankton toleran terhadap suhu antara 16-36 °C. Suhu di bawah 16 °C dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu di atas 36 °C dapat menyebabkan kematian pada jenis tertentu. Cahaya merupakan sumber energy dalam proses fotosintetis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organik. Kebutuhan akan cahaya bervariasi tergantung kedalaman kultur dan kepadatannya. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinbihisi dan pemanasan. Intensitas cahaya 1000 lux cocok untuk kultur dalam Erlenmeyer, sedangkan intensitas 5000-10000 lux untuk volume yang lebih besar. Nutrien dibagi menjadi menjadi makronutrien dan mikronutrien. Nitrat dan fosfat tergolong makronutrien yang merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Nitrat adalah sumber nitrogen yang penting bagi fitoplankton baik di air laut maupun air tawar. Bentuk kombinasi lain dari nitrogen seperti ammonia, nitrit dan senyawa organik dapat digunakan apabila kekurangan nitrat. pH variasi pH dapat mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan fitoplankton dalam beberapa hal, antara lain mengubah keseimbangan dari karbon organik, mengubah ketersediaan nutrient, dan dapat mempengaruhi fisiologis sel. Kisaran pH untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut antara 7.5-8.5 sedangkan untuk Tetraselmis chuii optimal pada 7-8. Salinitas hampir semua jenis fitoplankton yang berasal dari air laut dapt tumbuh optimal pada salinitas sedikit di bawah habitat asalnya. Tetraselmis chuii memiliki kisaran salinitas yang cukup lebar, yaitu 15-36 ppt sedangkan salinitas optimal untuk pertumbuhannya adalah 27-30 ppt . Karbondioksida diperlukan fitoplankton untuk membantu proses fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2 % biasanya sudah cukup untuk kultur fitoplankton dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan ph kurang dari batas optimum .

Struktur komunitas dan kelimpahan Fitoplankton, memperoleh energi melalui proses yang dinamakan fotosintesis sehingga fitoplankton harus berada pada bagian permukaan permukaan (disebut sebagai zona euphotic) lautan, danau atau kumpulan air yang lain. Melalui fotosintesis, fitoplankton menghasilkan banyak oksigen yang memenuhi atmosfer Bumi. Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa parameter lingkungan dan karakteristik fisiologisnya. Komposisi dan kelimpahan fitoplankton akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respons terhadap perubahan-perubahan kondisi lingkungan baik fisik, kimia, maupun biologi. Faktor penunjang pertumbuhan fitoplankton sangat kompleks dan saling berinteraksi antara faktor fisika-kimia perairan seperti intensitas cahaya, oksigen terlarut, stratifikasi suhu, dan ketersediaan unsur hara nitrogen dan fosfor, sedangkan aspek biologi adalah adanya aktivitas pemangsaan oleh hewan, mortalitas alami, dan dekomposisi.

Fitoplankton dapat berperan sebagai salah satu dari parameter ekologi yang dapat menggambarkan kondisi suatu perairan. Salah satu ciri khas organisme fitoplankton yaitu merupakan dasar dari mata rantai pakan di perairan . Oleh karena itu, kehadirannya di suatu perairan dapat menggambarkan karakteristik suatu perairan apakah berada dalam keadaan subur atau tidak. Perubahan terhadap kualitas perairan erat hubungannya dengan potensi perairan ditinjau dari kelimpahan dan komposisi fitoplankton. Keberadaan fitoplankton di suatu perairan dapat memberikan informasi mengenai kondisi perairan. Fitoplankton merupakan parameter biologi yang dapat dijadikan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan. Fitoplankton juga merupakan penyumbang oksigen terbesar di dalam perairan laut. Pentingnya peranan fitoplankton sebagai pengikat awal energi matahari menjadikan fitoplankton berperan penting bagi kehidupan laut. Dengan demikian keberadaan fitoplankton dapat dijadikan indikator kualitas perairan yakni gambaran tentang banyak atau sedikitnya jenis fitoplankton yang hidup di suatu perairan dan jenis-jenis fitoplankton yang mendominasi, adanya jenis fitoplankton yang dapat hidup karena zat-zat tertentu yang sedang blooming, dapat memberikan gambaran mengenai keadaan perairan yang sesungguhnya.

Produktivitas primer fitoplankton ini merupakan salah satu dari sebagian besar sumber penting dalam pembentukan energi di perairan. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi primer (laju fotosintesis) antara lain: cahaya matahari, suhu, nutrien, serta struktur komunitas dan kelimpahan fitoplankton yang mampu beradaptasi di ekosistem perairan (habitatnya). Sebagai produsen primer fitoplankton di perairan memerlukan cahaya untuk proses fotosintesisnya. Dilihat dari fisiologi fitoplankton, spektrum cahaya yang terpenting menunjang proses fotosintesis adalah cahaya yang mempunyai panjang gelombang 400 – 700 nm atau lazim dikenal dengan PAR (Photosynthetically Active Radiation). Proses pemanfaatan energi matahari dalam meningkatkan produktivitas primer di perairan terjadi melalui proses perubahan energi menjadi energi organik yang berlangsung dalam tubuh fitoplankton, dan pemindahan energi melalui pemangsaan hewani pada tingkat trofik yang diatasnya. Berbagai manfaat dan keperluan intensitas cahaya merupakan faktor pembatas utama terhadap distribusi vertikal fitoplankton di perairan, kerena itu untuk hidup mereka harus menetap di daerah bagian atas perairan (zona fotik), dimana energi cahaya matahari masih menjangkau dan serasi untuk proses fotosintesis. Peranan cahaya matahari bagi kehidupan organisme sudah lama diketahui terutama intensitasnya yang merupakan salah satu faktor penentu produktivitas perairan.

Berdasarkan kemampuan fitoplankton dalam memanfaatkan cahaya, maka fitoplankton dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : fitoplankton tipe terang, pada umumnya hidup dilapisan atas atau di bawah permukaan dan dalam melakukan proses fotosintesis secara efektif memerlukan cahaya tinggi dan fitoplankton tipe teduh, pada umumnya hidup di bawah atau di dasar perairan dan dalam melakukan proses fotosintesis secara efektif memerlukan cahaya rendah. Fitoplankton biasanya berkumpul di zona eufotik yaitu zona dengan intesitas cahaya masih memungkinkan terjadinya proses fotosintesis. Pada suatu perairan sering dijumpai kandungan fitoplankton yang sangat melimpah akan tetapi pada tempat yang lain sangat sedikit. Keadaan ini disebabkan oleh bermacam-macam faktor antara lain angin, arus, nutrien, variasi kadar garam, kedalaman perairan, aktivitas pemangsaan serta adanya percampuran massa air.

Distribusi fitoplankton secara horizontal lebih banyak dipengaruhi faktor fisik berupa pergerakan masa air. Oleh karena itu pengelompokan (pathciness) plankton lebih banyak terjadi pada daerah neritik terutama yang dipengaruhi estuaria dibandingkan dengan oseanik. Faktor-faktor fisik yang menyebabkan distribusi fitoplankton yang tidak merata antara lain arus pasang surut, morfogeografi setempat, dan proses fisik dari lepas pantai berupa arus yang membawa masa air kepantai akibat adanya hembusan angin. Selain itu ketersediaan nutrien pada setiap perairan yang berbeda menyebabkan perbedaan kelimpahan fitoplankton pada daerah-daerah tersebut.

Fitoplankton merupakan tumbuhan laut yang memiliki peran penting dalam kehidupan bawah laut. Fitoplankton memiliki zat hijau daun (klorofil) yang berperan dalam fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air. Sebagai dasar mata rantai pada siklus makanan di laut, fitoplankton menjadi makanan alami bagi zooplankton baik masih kecil maupun yang dewasa. Selain itu juga dapat digunakan sebagai indikator kesuburan suatu perairan. Namun fitoplankton tertentu mempunyai peran menurunkan kualitas perairan laut apabila jumlahnya berlebihan. Contoh kelas dinoflgellata tubuhnya memiliki kromatopora yang menghasilkan toksin (racun), dalam keadaan blooming dapat mematikan ikan. Fitoplankton diatom bertekstur lembut sehingga disukai oleh ikan sedangkan fitoplankton yang mengandung flagella bersifat kaku dan keras cenderung tidak disukai ikan, plankton jenis ini cenderung dapat merusak atau mencemari suatu perairan.
Fitoplankton bersifat eukariotik dan prokariotik,mengandung zat klorofil A dan B, merupakan penghasil dari setengah O2 di dunia, penyerap CO2, memiliki dinding sel sehingga mudah untuk dicerna, ada yang mengandung flagella dan mengandung silica dan calsium carbonat.
Fitoplankton memiliki peran dalam penyerapan co2 dan memperlambat pemansan global. Fitiplankton merupakan produsen dalam ekosistem perairan, dan organisme uniseluler autotrof tersebut merupakan penyumbang 80% Oksigen di bumi. Ilmuwan dari Amerika Serikat menemukan plankton secara tidak langsung dapat membuat awan yang dapat menahan sebagian sinar matahari yang merugikan. Ketika matahari menyinari lautan, lapisan atas laut (sekitar 25 meter dari permukaan laut) memanas, dan menyebabkan perbedaan suhu yang cukup tinggi dengan lapisan laut di bawahnya. Lapisan atas dan bawah tersebut terpisah dan tidak saling tercampur.
Plankton hidup di lapisan atas, tapi nutrisi yang diperlukan oleh plankton terdapat lebih banyak di lapisan bawah laut. Karenanya, plankton mengalami malnutrisi. Akibat kondisi malnutrisi ditambah dengan suhu air yang panas, plankton mengalami stress sehingga lebih rentan terhadap sinar ultraviolet yang dapat merusaknya. Karena rentan terhadap sinar ultraviolet, plankton mencoba melindungi diri dengan menghasilkan zat dimethylsulfoniopropionate (DMSP) yang berfungsi untuk menguatkan dinding sel mereka. Zat ini jika terurai ke air akan menjadi zat dimethylsulfide (DMS). DMS kemudian terlepas dengan sendirinya dari permukaan laut ke udara.

Di atmosfer, DMS bereaksi dengan oksigen sehingga membentuk sejenis komponen sulfur. Komponen sulfur DMS itu kemudian saling melekat dan membentuk partikel kecil seperti debu. Partikel-partikel kecil tersebut kemudian memudahkan uap air dari laut untuk berkondensasi dan membentuk awan. Jadi, secara tidak langsung, plankton membantu menciptakan awan. Awan yang terbentuk menyebabkan semakin sedikit sinar ultraviolet yang mencapai permukaan laut, sehingga plankton pun terbebas dari gangguan sinar ultraviolet.








DAFTAR PUSTAKA
Ambas, 2006, Metode Penelitian Air,  Usaha Nasional, Surabaya. 
Aslan, 2005, Budidaya Rumput Laut, Kanisius, Yogyakarta.
Koesbiono, 1980 ,Biologi laut, Fakultas Perikanan Institut Pertanian, Bogor.
Kimball J.W. 1994,  Biologi, Penerbit Erlangga. Jakarta.
Noor, J.W., 2006. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ewusie, 1990, Pengantar Ekologi Tropika, Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar